Foldernusantara.com-Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang ( UUD 1945, Pasal 18B Ayat 2)
Pengakuan Masyarakat Hukum Adat adalah hak Konstitusional yang prosesnya masih sangat lamban di Negara ini, hal ini berdampak pada pengabaian Hak Hak Masyarakat Adat seperti hak atas tanah (tanah ulayat), lingkungan (Hutan Adat) dan hak hak lainnya.
“Jika ingin dilacak akar masalah lambannya Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, tentunya berada pada Pemerintah Daerah setempat, karena kewenangan tekhnisnya diberikan kepada Pemerintah Daerah, seperti tanggungjawab membuat Peraturan Daerah terkait Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, Panitia Pengakuan Masyarakat Hukum Adat dan kebijakan lainnya yang menyangkut terpenuhinya hak hak Masyarakat Adat.”
Di Luwu Raya ini ada banyak komunitas Adat dan sudah ada 3 Kabupaten yang membuat Peraaturan Daerah terkait Pengakuan Masyarakat Hukum Adat diantaranya Kabupaten Luwu Timur dengan Perda No 1 Tahun 2022, Kabupaten Luwu Utara dengan Perda No 2 Tahun 2020 dan Kabupaten Luwu dengan Perda No 7 Tahun 2018.
Kita bersyukur di Kabupaten Luwu Utara telah melangkah maju setelah ditetapkannya 3 Komunitas Adat yang ada di Kecamatan Seko yakni Komunitas Adat Hono, Komunitas Adat Turong dan komunitas Adat Owi Bungku Singkalong.
Perkumpulan WALLACEA sebagai salahsatu organisasi yang bekerja terkait advokasi Pengakuan Masyarakat Hukum Adat mengapresiasi Komitmen Bupati Luwu Utara untuk pengakuan Masyarakat Hukum Adat, karena memang muaranya ada pada Political will Pemerintah Daerah.
Jangan issu Pengakuan Masyarakat Adat ini hanya jadi bahan saat kampanye calon calon Kepala Daerah, tapi setelah terpilih dilupakan, bahkan ada ketakutan dari Pemerintah Daerah bahwa Pengakuan Masyarakat Adat akan menghambat Investasi. Bahkan ada oknum Pemerintah Daerah yang menganggap tidak ada lagi Masyarakat adat di wilayahnya dengan alas an tidak ada lagi Masyarakat Adat seperti Kajang dan Badui, Padahal Masyarakat adat adalah Subjek yang bersifat dinamis, perubahan perilaku dan kepercayaan atau lainnya tidak menghapuskan hak Masyarakat adat itu sendiri selama pranata kelembagaan dan hukumnya masih dijalankan oleh Masyarakat adat.
Di Luwu raya ini ada beberapa Lembaga yang konsen pada issu Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, diantaranya Perkumpulan WALLACEA, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Badan Registrasi Wilayah Adat.
Kita terbuka untuk berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah demi mewujudkan Hak Hak Masyarakat Adat, apalagi jika kita bicara soal Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dengan Prinsip No One Left Behind (NOLB) maka sangat penting mewujudkan Hak Masyarakat adat sebagai upaya membangun kesetaraan menuju Pembangunan yang berkelanjutan